MATERI BAB
II
PEDAGANG,
PENGUASA DAN PUJANGGAPADA MASA KLASIK
(HINDU DAN BUDHA)
(Kerajaan
Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kediri)
A. Kerajaan Sriwijaya
1. Perjalanan
Siddhayatra
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan
I Tsing. Dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di
bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Bahwa beliau berangkat dalam perjalanan suci
siddhayatra untuk “mengalap berkah”.
Dengan memimpin 20.000 tentara dan 312 orang di kapal dengan
1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan menuju Jambi dan Palembang.
Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua yang ditulis dalam
bahasa Melayu.
Gbr.
Situs
Peninggalan
Kerajaan
Sriwijaya
Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini mengadaptasi ortografi
India untuk menulis prasasti ini. Pada abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat
bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan
Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686
ditemukan di pulau Bangka. Kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera,
pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung.
2.
Kehidupan Politik Kerajaan
Sriwijaya
Kehidupan
politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari :
a.
Raja-raja yang memerintah,
b.
Wilayah kekuasaan, dan
c.
Hubungannya dengan pihak luar negeri.
Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya
dipindahkan dari Muara Takus ke Palembang. Pada abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah
berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat
Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat.
Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah
utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra.
Pendudukan pada daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk
menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan pada daerah
Tanah Genting Kra memiliki tujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan
antara Cina dan India.
3.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan
Sriwijaya
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur
perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat
Malaka dan Selat Sunda.
Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas
seperti : kapur barus, kayu gaharu,
cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah.
Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli
kesetiaan dari vassal-vassal-nya (Vassal = Pengikut) di seluruh Asia Tenggara.
4. Kehidupan Agama Kerajaan Sriwijaya
Sebagai pusat pengajaran Buddha
Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara
di Asia, antara lain pendeta dari
Tiongkok I Tsing, yang melakukan
kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India,
pada tahun 671 dan 695.
I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya
menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama
Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000
orang pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti,
seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.
5. Masa Keemasan Kerajaan
Sriwijaya
Kerajaan
Sriwijaya mencapai puncaknya di abad ke-9 saat dipimpin oleh Balaputradewa.
Pada masa ini pula Selat Malaja (Malaka) sebagai jalur utama perdagangan berada
di bawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Puncak
kejayaan ini juga terlihat dari beberapa bidang lain seperti politik, ekonomi, maritime serta penguasaan
wilayah.
Pengaruh
Kerajaan Sriwijaya bahkan mencapai Thailand
dan Kamboja yang dibuktikan dengan Pagoda Borom That di wilayah Chaiya,
Thailand yang memiliki gaya arsitektur Sriwijaya.
6.
Keruntuhan
Kerajaan Sriwijaya
Melemahnya
kekuatan militer menyebabkan beberapa daerah melepaskan diri. Selain itu,
factor runtuhnya kerajaan Sriwijaya adalah serangan Majapahit pada
tahun 990 Masehi terhadap kerajaan Sriwijaya,
serangan kerajaan Chola pada tahun 1025 Masehi, kondisi alam yang
berubah, dan masuknya pengaruh Islam.
Gbr.
Serangan Majapahit ke Sriwijaya
7.
Raja-Raja
yang memimpin Kerajaan Sriwijaya
Selama memulai kerajaannya hingga
menemui puncak kekuasaan dan keruntuhannya, Sriwijaya dipimpin oleh raja-raja
berikut :
a. Dapunta Hyang Sri Jayanasa
b. Indrawarman
c. Dharanindra
d. Samaratungga
e. Rakai Pikatan
f. Balaputradewa
g. Sri Udayadityawarman
h. Sri Cudamaniwarmadewa
i. Sri Marawijayottunggawarman
j. Sri Sanggramawijayottunggawarman
k. Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
B.
Kerajaan
Mataram Kuno
I.
Sejarah
Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno (Kerajaan Medang)
Kerajaan Mataram Kuno
merupakan kerajaan Hindu-Buddha yang terletak di Jawa. Kerajaan yang juga
dikenal dengan nama Kerajaan Medang ini berdiri pada tahun 732 Masehi (M). Raja
pertama sekaligus pendiri dari kerajaan ini bernama Sanjaya. Ia memiliki
gelar sebagai Rakai Mataram
Prasasti Cunggrang
sebagai Sumber Sejarah pada Masa Mpu Sindok Tahun 929-947 M, Kerajaan Mataram
terbagi menjadi dua periode utama.
Periode pertama
adalah saat ibukota Kerajaan Mataram berada di Jawa Tengah. Pada periode ini,
Kerajaan Mataram dipimpin oleh dua dinasti, yaitu : dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra.
Periode kedua
adalah saat pusat kerajaan berpindah ke Jawa Timur. Pada masa ini Kerajaan
Mataram berada di bawah kekuasaan dinasti Icana yang didirikan oleh Mpu Sindok
Sri Icanatunggadewawijaya.
II. Kehidupan Sosial Kerajaan Mataram Kuno & Sistem Ekonomi
Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu
kerajaan di Jawa yang memiliki corak agraris. Maka itu, mayoritas
penduduk Kerajaan Mataram Kuno memiliki mata pencaharian di sektor pertanian.
Bukti bahwa
perekonomian Kerajaan Mataram Kuno ditopang oleh sektor agraris adalah
keterangan dalam prasasti Canggal yang menjelaskan bahwa tanah Jawa kaya akan
padi.
Selain itu,
wilayah Kerajaan Mataram Kuno memiliki banyak sungai dan dataran subur, baik
saat periode Jawa Tengah maupun Jawa Timur.
Kehidupan
Sosial-Budaya penduduk Kerajaan Mataram Kuno juga terbilang maju. Hal tersebut
dibuktikan dengan banyaknya peninggalan, terutama berupa candi. Contoh 2 candi
peninggalan era Mataram Kuno yang hingga kini masih kesohor adalah Candi
Borobudur dan Candi Prambanan.
Gbr.
1 Candi Borobudur
Gbr.
2 Candi Prambanan
III.
Agama dan
Kepercayaan Kerajaan Mataram Kuno
Wangsa
Sanjaya merupakan pemeluk Agama Hindu beraliran Siwa,
sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budha.
Wangsa Isana sendiri
merupakan wangsa baru yang didirikan oleh Mpu
Sindok.
Raja pertama
Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya
yang juga merupakan pendiri Wangsa Sanjaya
yang menganut agama Hindu.
Setelah
wafat, Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian
berpindah agama Budha beraliran Mahayana.
Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat
itu baik agama Hindu dan Budha
berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno.
Gbr.
Penganut Budha
Mahayana
IV.
Nama Raja-raja Mataram Kuno
Apabila
teori Slamet Muljana benar, maka daftar raja-raja Medang sejak masih berpusat
di Bhumi Mataram sampai berakhir di Wawatan dapat disusun secara lengkap
sebagai berikut:
a.
Sanjaya, pendiri
Kerajaan Medang.
b.
Rakai Panangkaran,
awal berkuasanya Wangsa Syailendra.
c.
Rakai Panunggalan
alias Dharanindra.
d.
Rakai Warak alias
Samaragrawira.
e.
Rakai Garung alias
Samaratungga.
f.
Rakai Pikatan suami
Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya.
g.
Rakai Kayuwangi
alias Dyah Lokapala.
h.
Rakai Watuhumalang.
i.
Rakai Watukura Dyah
Balitung.
j.
Mpu Daksa.
k.
Rakai Layang Dyah
Tulodong.
l.
Rakai Sumba Dyah
Wawa.
m.
Mpu Sindok, awal
periode Jawa Timur.
n.
Sri Lokapala suami
Sri Isanatunggawijaya.
o.
Makuthawangsawardhana.
p.
Dharmawangsa Teguh,
Kerajaan Medang berakhir.
Pada
daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan raja-raja
sesudahnya semua memakai gelar Sri Maharaja
C.
Kerajaan
Kediri
I.
Sejarah
Kerajaan Kediri
Berdirinya Kerajaan Kediri Raja-raja Kerajaan Kediri adalah
keturunan dari Airlangga, raja Medang Kamulan.
Raja
Airlangga sendiri
yang membagi Kerajaan Medang Kamulan menjadi dua, yaitu Kerajaan Kediri dan
Jenggala.
Hal ini dilakukan karena Airlangga memiliki dua putra, yaitu Sri
Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.
Untuk menghindari perpecahan di antara dua putranya, Airlangga
memberikan Kediri (Panjalu) pada Samarawijaya, dan Jenggala
(Kahuripan) kepada Mapanji. Kedua kerajaan ini dipisahkan oleh Gunung Kawi dan
Sungai Brantas.
II.
Kehidupan
Sosial Kerajaan Kediri & Sistem Ekonomi
Pada
masa kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap rakyatnya bertambah besar. Hal
ini dibuktikan dengan munculnya kitab-kitab atau karangan yang mencerminkan
kehidupan sosial masyarakat pada masa itu.
Seperti
kitab
Lubdhaka yang mengandung pelajaran moral bahwa tinggi rendahnya
martabat seseorang tidak ditentukan oleh asal dan kedudukan, melainkan
berdasarkan tingkah lakunya.
Raja
turut serta dalam perlindungan terhadap hak-hak rakyat. Sikap memberi
perlindungan ini merupakan satu alat efektif untuk melihat perkembangan
kehidupan sosial masyarakat Kediri.
Berdasarkan
kronik-kronik Cina, tercatat bahwa:
a. Rakyat Kediri pada
umumnya telah memiliki tempat tinggal yang baik.
b. Hukuman yang
dilaksanakan ada dua macam, yaitu hukuman denda dan mati (khusus bagi pencuri
dan perampok).
c. Kalau sakit,
rakyat tidak mencari obat, tetapi cukup memuja para dewa.
d. Pakaian masyarakat
Kediri cukup rapi.
e. Kalau raja
bepergian, dikawal oleh pasukan berkuda dan bukan pasukan darat.
f. Martabat seseorang
tidak dilihat dari status, tetapi pada kelakuannya
Catatan
para pedagang Cina yang mengumpulkan menjadi kronik-kronik kerajaan, dengan
jelas menyebutkan tentang kehidupan rakyat Kediri dalam bidang perekonomian, seperti
pertanian
dan perdagangan.
Untuk
pertanian, rakyat di Kerajaan Kediri ini banyak
yang menghasilkan beras, sedangkan untuk perdagangan antara lain yang laku di
pasaran pada mas itu adalah emas, perak, daging, kayu cendana,
pinang dan lain-lain.
Dari pajak yang dihasilkan berupa hasil bumi, telah dikenal
sistem pertukaran dengan uang emas atau perak.
Letak Kediri juga sangat strategis, karena di antara
Indonesia Timur dan Indonesia Barat membuat perkembangan ekonomi masyarakat di
Kediri yang semakin maju.
III.
Agama dan Kepercayaan
Kerajaan Kediri
Corak
agama masyarakat Kerajaan Kediri disimpulkan
dari peninggalan-peninggalan arkeologi yang ditemukan di wilayah Kediri. Candi Gurah dan Candi Tondo Wongso menunjukkan latar belakang agama
Hindu, khususnya Siwa.
Petirtaan
Kepung kemungkinan besar juga bersifat Hindu,
karena tidak tampak unsur-unsur Budhisme pada bangunan tersebut.
Secara umum agama Hindu khususnya pemujaan kepada Siwa
mendominasi perkembangan agama pada masa Kediri. Hal ini tercermin dari
temuan prasasti, arca-arca, maupun karya-karya sastra Jawa Kuno.
V.
Nama Raja-raja Kediri
Berikut Nama-nama raja yang pernah
memimpin kerajan Kediri :
1.
Sri
Samarawijaya
2.
Sri
Jayawarsa
3.
Sri
Bameswara
4.
Jayabhaya
5.
Sri
Sarwweswara
6.
Sri
Aryeswara
7.
Sri
Gandra
8.
Mapanji
Kamesywara
9.
Krtajaya
VI.
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Runtuhnya
Kerajaan Kediri terjadi pada masa kekuasaan Raja Kertajaya, seperti
dikisahkan dalam kitab Pararaton dan Nagarakertagama. Pada tahun 1222, Kertajaya
dianggap telah melanggar agama dan memaksa Brahmana menyembahnya sebagai dewa.
Kaum Brahmana lalu meminta perlindungan Ken Arok. Ken
Arok yang bercita-cita memerdekakan Tumapel
kekuasaan Kediri mencetuskan perang
antara Kerajaan Kediri dan Tumapel di dekat desa Ganter.
Keberhasilan Ken Arok mengalahkan Kertajaya menandai
runtuhnya Kerajaan Kediri yang kemudian menjadi kekuasaan Tumapel atau Kerajaan Singasari